Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (13/4/2023), di tengah munculnya kembali sinyal resesi di Amerika Serikat (AS).
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,4% ke posisi 6.772,05. Meski terkoreksi, tetapi IHSG masih bertahan di level psikologis 6.700.
Beberapa saham menjadi pemberat IHSG pada sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG hari ini.
Saham emiten raksasa batu bara yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) kembali menjadi pemberat terbesar indeks pada sesi I hari ini, yakni mencapai 18,05 indeks poin.
Selain itu, beberapa saham yang menjadi pemberat indeks pada perdagangan kemarin, pada sesi I hari ini kembali menjadi pemberat, seperti saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang keduanya memberatkan indeks masing-masing 6,01 indeks poin dan 3,51 indeks poin.
Terakhir, ada saham emiten konsumer yakni PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang memberatkan IHSG sebesar 1,03 indeks poin.
Investor merespons rilis data inflasi AS tadi malam waktu Indonesia dan mencerna rilis risalah rapat FOMC bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, inflasi AS mendingin pada Maret seiring kenaikan suku bunga AS tampaknya semakin terlihat dampaknya. Indeks Harga Konsumen (consumer price index/CPI) naik 0,1% pada Februari, sedikit lebih rendah dibandingkan estimasi Dow Jones 0,2%.
Sementara, inflasi tahunan mencapai 5%, lebih rendah dari estimasi 5,1%. Ini bisa memberikan The Fed ruang untuk kembali menghentikan sejenak kenaikan suku bunga pada bulan depan.
Adapun, apabila mengeluarkan item makanan dan energi, CPI inti naik 0,4% dan 5,6% secara tahunan, sesuai prediksi.
Data tersebut menunjukkan, inflasi memang masih di atas target 2% The Fed, tetapi setidaknya mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
The Fed sendiri sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak 9 kali atau sebanyak 475 basis poin (dari level hampir nol) sejak Maret tahun lalu untuk mendinginkan ekonomi dan menjinakkan inflasi yang meninggi seiring ekonomi pulih dari pandemi yang sempat membuat gangguan rantai pasok dan kekurangan tenaga kerja.
Pada Maret lalu, Jerome Powell cs menaikkan federal-funds rate (FFR) sebesar 0,25%, membuat suku bunga acuan tersebut berada di rentang 4,75% hingga 5%.
Akibat krisis sistem perbankan pasca-kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) hingga ‘kawin paksa’ Credit Suisse dengan rival sesama Swiss-nya UBS, pada awal Maret lalu, The Fed memberikan sinyal bahwa pihaknya mungkin akan mengakhiri ‘parade’ kenaikan suku bunga lebih cepat dari sebelumnya.
Investor akan menunggu rapat FOMC The Fed pada minggu pertama Mei untuk melihat langkah bank sentral Negeri Paman Sam tersebut ke depan.
Menurut alat FedWatch CME Group, pasar cenderung memproyeksikan The Fed akan menaikkan kembali suku bunga sebesar 25 bp bulan depan, di mana probabilitas yang memprediksi kenaikan sebesar 25 bp mencapai 69,3%, sedangkan yang memproyeksikan The Fed mempertahankan suku bunga di pertemuan edisi Mei mencapai 30,7%.