Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Nicolas D. Kanter membeberkan kabar terbaru rencana konsorsium Antam dengan perusahaan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) asal Korea Selatan yakni LG Energy Solution (LGES).
Lantas, apakah LG benar akan mundur dari proyek baterai EV RI ini?
Nico mengungkapkan bahwa rencana kerja sama Antam dengan LGES masih tetap berjalan. Melalui anak usaha Antam yaitu PT Nusa Karya Arindo (NKA), Antam akan bekerja sama dengan LGES dari sisi rantai pasok hulu pertambangan hingga pengolahan nikel. Keberlanjutan rencana kerja sama tersebut akan difinalisasi pada awal Mei 2023 ini.
“Kan kita mau meeting memang. Awal Mei ini kan memang Pak Wamen (BUMN) akan bertemu dengan LG untuk finalizing their consortium,” ungkapnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (13/4/2023).
Namun, Nico mengakui bahwa memang sebelumnya sempat ada perubahan rencana konsorsium. Namun dia menegaskan, perubahan itu bukan berasal dari pihaknya, namun LGES yang masih harus memfinalisasi anggota konsorsiumnya.
“Mereka kan ada beberapa (anggota konsorsium) tuh, diubah atau apa. Dari dianya, bukan dari kami. Konsorsium membernya difinalkan,” tegas Nico.
Namun begitu, dia optimistis target kesepakatan kerja sama antara kedua perusahaan akan diselesaikan pada tahun 2023 ini.
Selain itu, dia juga mengungkapkan pada kesempatan berbeda, PT NKA yang akan bekerja sama dengan LGES akan mendivestasikan sahamnya kepada perusahaan patungan sebesar 49%. Sehingga, Antam masih memegang saham dominasi sebanyak 51%.
“Antam tetap memiliki mayoritas di hulunya, kemudian yang kerja samanya NKA 49% didivestasikan untuk konsorsium LGES,” paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Nico menyebut, pihaknya akan bertemu dengan pihak LGES pada Mei 2023 mendatang. Dengan demikian, dia berharap semua penandatanganan CSPA (Conditional Share Purchase Agreement) akan dilakukan tahun 2023 ini.
“Pada awal Mei kita akan bertemu dengan LGES karena akan ada sedikit perubahan dalam konsorsium, tapi target kita akan tetap mencanangkan ini di tahun 2023, agar semua CSPA-nya ditandatangani tahun 2023 ini,” tutupnya.
Sebelumnya, mengenai kabar hengkangnya LGES dari konsorsium pabrik baterai EV di Indonesia telah dibantah oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia menegaskan bahwa kabar LGES hengkang dari proyek pembuatan baterai EV di Indonesia itu tidak benar.
Bahlil mengatakan, dirinya sudah berkoordinasi dengan Direktur Utama MIND ID untuk memastikan kebenaran atas kemungkinan mundurnya LGES dari proyek baterai EV di Indonesia. Bahlil pun memastikan semuanya masih terkendali dan berjalan sesuai dengan rencana.
“Empat hari lalu saya rapat sama LG di kantor ini. Urusan LG di Kementerian Investasi, bukan di tempat lain. Proses tentang LG gak ada perubahan sama sekali, tetap jalan, yang berubah anggota konsorsiumnya,” jelasnya saat konferensi pers, Kamis (16/02/2023).
Dia menjelaskan bahwa ada perubahan anggota konsorsium yang merupakan urusan internal perusahaan. Bahlil mengakui bahwa memang ada informasi perubahan anggota konsorsium dari internal konsorsium perusahaan.
“Kalau anggota konsorsium kan urusan internal mereka. Memang mereka laporkan ada perubahan di konsorsium yang tadinya empat jadi lima (perusahaan). Itu aksi korporasi biasa,” tuturnya.
Namun yang pasti, Bahlil menjelaskan bahwa semua masih berjalan sesuai dengan rencana. Dia mengatakan bahwa dalam proyek pembuatan baterai EV itu sudah digelontorkan investasi hingga US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 15,1 triliun (asumsi kurs Rp 15.128 per US$).
“(Industri baterai EV) 10 Giga-nya sudah bangun di Karawang, masa konstruksi selesai 2023, bagaimana batal coba? Investasi sudah kucur US$ 1 billion lebih itu,” tegasnya.
Seperti diketahui, saat ini Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution juga tengah membangun pabrik sel baterai kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat. Pabrik dengan nilai investasi sebesar US$ 1,1 miliar ini ditargetkan bisa beroperasi pada 2024 mendatang.
Pabrik baterai kendaraan listrik ini digadang-gadang bakal menjadi pabrik baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara. Adapun keikutsertaan Holding BUMN Baterai, PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) pada proyek baterai “raksasa” ini hanya berupa kepemilikan saham sekitar 5%.
IBC sendiri dimiliki oleh gabungan empat perusahaan pelat merah, yakni Holding BUMN Tambang MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT PLN (Persero), dan PT Pertamina (Persero) dengan besaran porsi saham masing-masing sebesar 25%.