3 Hal Ini Hambat Ekonomi China di 2024, RI Kena Getahnya?
Ekonomi China diproyeksikan melambat pada 2024 dan akan mengalami soft landing. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi Indonesia mengingat China merupakan mitra dagang penting khususnya perihal ekspor-impor.
Dilansir dari Reuters, https://138kas.info/ Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan perekonomian China diperkirakan tumbuh 5,4% tahun 2023, setelah mengalami pemulihan yang “kuat” pasca Covid. Sedangkan untuk tahun depan, IMF memperkirakan pertumbuhan akan lebih lambat.
IMF mengatakan pelemahan yang terus berlanjut di sektor properti dan lemahnya permintaan eksternal dapat membatasi pertumbuhan produk domestik bruto menjadi 4,6% pada tahun 2024.
Sementara riset yang dilakukan DBS dalam judul China 2024 Macroeconomic outlook: A New Model, menunjukkan proyeksinya terhadap pertumbuhan PDB rata-rata secara tahunan (year on year/yoy) sebesar 5% pada 2023 dan menurun menjadi 4,5% yoy pada 2024.
Perlambatan ekonomi China juga seiring dengan deflasi yang terjadi pada Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI) secara year on year/yoy yang dirilis Sabtu (9/12/2023).
CPI China tercatat deflasi 0,5% yoy. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 0,2% yoy.
Penurunan ini merupakan penurunan CPI tercepat sejak November 2020, seiring dengan penurunan harga pangan pada laju terkuat dalam dua tahun terakhir (-4,2% vs -4,0% di bulan Oktober) di tengah penurunan harga daging babi yang lebih lanjut.
Lebih lanjut, Producer Price Index (PPI) China juga mengalami deflasi 3% yoy pada periode November 2023 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 2,6% yoy.
Lebih lanjut, China tumbuh rata-rata sebesar 15% yoy dalam PDB riil pada 1978 – 2018. Pertumbuhan rata-rata tersebut mengalami penurunan khususnya selama 2019-2023F dengan rata-rata 6,6% yoy.
Dengan kondisi saat ini, DBS menilai China akan mengalami soft landing di 2024 setelah tiga tahun deleveraging di sektor properti. Tiga risiko lunak yang akan dihadapi China yakni rumah yang belum selesai (unfinished homes), utang pemerintah daerah, dan risiko geopolitik.
Oleh karena itu, diperlukan China New Model dengan fokus pada tiga poin inti yakni pendanaan baru (new funding), pilar (pillar), dan fokus pada reformasi struktural (focus of structural reforms) untuk menentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan China.
1. Pendanaan Baru
Pertumbuhan China empat dekade silam telah banyak dipengaruhi oleh utang. Pada tahun 2022, pembiayaan utang terhadap PDB menyumbang 343,9%.
Maka dari itu, perlunya pengurangan utang (debt deleveraging) selalu menjadi tugas para pembuat kebijakan di China.
2. Pilar Pertumbuhan
Saat ini, pertumbuhan ditopang oleh konsumsi. Konsumsi meningkat dari 49,3% di 2010 menjadi 53,2% di 2022 terhadap PDB. Hal ini berbeda dengan periode sebelumnya di mana investasi menjadi motor penggerak utama ekonomi China.
DBS berpendapat bahwa pilar pertumbuhan harus beralih dari pertumbuhan yang didorong oleh konsumsi menuju pertumbuhan yang didorong oleh permintaan, yang mungkin lebih sesuai dengan China pada tahap pembangunan saat ini.
Fokus reformasi struktural sudah saatnya transisi dari reformasi sisi penawaran ke reformasi sisi permintaan.
Kunci transisi dari reformasi sisi penawaran (de-kapasitas) ke reformasi sisi permintaan (menimbulkan lebih banyak permintaan) pada dasarnya terletak pada pendapatan rumah tangga.
China telah berhasil melakukan reformasi de-kapasitas di sisi pasokan, seperti pertumbuhan produksi bajamelambat menjadi -0,5% pertumbuhan pada tahun 2022 dari puncaknya sebesar 30,3% pada tahun 2005.
Dengan proyeksi pelemahan ekonomi China pada 2024, pemerintah China berjanji untuk memperkuat kebijakan fiskal pada tahun 2024 untuk meningkatkan perekonomiannya yang lesu.
Dilansir dari CNN, para pejabat pada pertemuan hari Jumat pekan ini, yang dipimpin oleh pemimpin Xi Jinping dan dihadiri oleh Politbiro yang beranggotakan 24 orang, berjanji untuk berbuat lebih banyak guna memperluas permintaan dalam negeri dan menstabilkan perdagangan dan investasi luar negeri, menurut laporan yang dirilis oleh kantor berita resmi Xinhua.
Para pejabat juga menegaskan kembali pentingnya mencegah risiko di bidang-bidang utama dan “berpegang teguh pada prinsip bahwa tidak akan terjadi risiko sistemik.”
Tidak sampai disitu, DBS sendiri menilai untuk mengatasi perlambatan ekonominya, China akan memangkas suku bunganya.